Selasa, 01 Desember 2020

Sebuah Fragmen Kisah Cinta Edward Scissorhands, Worst than Pharaoh cursed!






Saya adalah penggemar karya Tim Burton. Semua film garapannya tentu saya suka. Saya sangat menyukai passion Tim Burton dalam setiap filmnya. Saya menyukai Charlie and the Chocolate Factory, Nightmare Before Christmas, Sweeney Todd, Big Fish hingga Corpse Bride.

Semua film Tim Burton selalu terlihat ciri khasnya. Unik, atau malah boleh dibilang eksentrik. Permainan warna Burton juga selalu mempesona saya. So dark! Edward Scissorhand, mungkin boleh dibilang sebagai salah satu karya terbaiknya, dengan aktor favoritnya sejak saat itu Johny Depp. Tim Burton  adalah sutradara Amerika Serikat yang terkenal dengan gaya-gaya gothic dan gloomy. Kesan yang tampil dalam film-film Tim Burton adalah kesan suram dan sedikit dark humor. Sukses Tim Burton diraih lewat film Batman Returns yang menurut banyak kritikus merupakan film Batman terbaik. Tim Burton juga dikenal lewat kolaborasi tetapnya dengan Danny Elfman, komposer musik filmnya. Hampir tak pernah Tim Burton membuat film tanpa Danny Elfman sebagai komposer musiknya.

Salah satunya ialah Edward Scissorhand. Bagaikan sebuah dongeng di jaman modern. Seorang nenek bercerita kepada cucunya tentang seorang pria bernama Edward yang memiliki tangan berbentuk gunting. Ia lelaki yang kesepian. Edward tinggal sendirian pada sebuah rumah di atas bukit sebelum seorang wanita baik hati mengajaknya tinggal di rumahnya.

Edward adalah hasil dari buah karya seorang penemu yang menciptakan Edward dari beberapa koleksi temuannya. Namun sayang, sang penemu tersebut meninggal sebelum dia sempurna menciptakan Edward. Cukup dengan tatapan mata dan dan pandangan dingin yang dilakukan oleh Deep, saya langsung jatuh cinta dengan tokoh Edward. Less gothic and less dark!

Selain itu, romance yang ada dalam film tersebut bisa dibilang kelam. We all know interspecies romance is weird. Worst than Pharaoh cursed! Harus dengan perumpamaan yang bagaimana kisah itu diceritakan?
Bagaimana tidak. Seorang lelaki artificial dipertemukan dengan si cantik Kim. Edward yang “bukan manusia sempurna” dicintai wanita dengan tulus. Edward yang pada akhirnya kembali ke kastil sunyi dan Kim melanjutkan hidupnya dengan tetap mencintai Edward.

*by the way, Wynona Rider di film itu mirip banget dengan saya.

Kamis, 06 Agustus 2020

Manusia dan Penyihir

 



Tidak bolehkan manusia menuliskan takdirnya sendiri?

 

Tatkala detik-detik kebahagiaan mistis diawali dari peristiwa sederhana. Subuh, saat aku masih tertidur, penyihir selalu bangun lebih dahulu. Ia bangun dalam gelap dan meditasi panjang. Menanti hari dan menerangi baying-bayang dengan api ketaatan. Aku kadang tidur larut malah sambal merapal doa meskipun hanya sebentar. Sesekali melihatnya tersenyum ke arahku.

Aku adalah makhluk lemah, bahkan saat iblis berkeliaran di sekitar rumah sambal menebarkan kepedihan, aku tetap bersyukur. Namun hal tersebut dibuyarkan oleh keimananku pribadi kepada pencipta semesta.

Iblis mungkin mengaku membawa pesan dari Tuhan, namun lagak mereka adalah perangkap yang akan menjerumuskan. Iblis juga mampu mengambil wujud apapun, dan mengetahui banyak hal. Seberapa cerdasnya, Iblis berkekurangan dalam hal kebaikan. Mereka bersemayam di udara hingga bintang gemintang.

Aku mencintai penyihir setengah dewa. Aku memiliki waktu, ia abadi. Sebuah takdir yang amat berbeda. Kilauan cahaya memancar dari wajahnya. Mata lembut seperti mata seorang anak lelaki muda seolah-olah menjadi transparan. Kulit putih pucatnya  yang tidak pernah dinajiskan dan cara menarinya seperti kupu-kupu. Hingga aku meyakinkan diriku jika aku mati, aku ingin bangkit dari kematian di bumi dengan ciumannya.

Dia pernah berkata padaku,”Jika keinginan rahasiamu tidak pernah berhasil, masih ada satu musim ketika seseorang berharap untuk selamanya”.

Iblis Besar diam-diam menyembunyikan bayanganku di hadapannya. Perbedaan dahsyat begitu besar. Namun aku tidak peduli jika dunia direduksi menjadi abu. Aku juga tidak peduli jika mereka berebut meraih semuanya. Aku paham, mataku tidak akan pernah lagi diberkahi dengan visi fajar yang indah. Bahkan jika para dewa mengikat hidupku dalam satu bundel pengampunan dan menawarkan sebuah kebebasan.

Selamanya aku akan diam-diam menatap wajah yang tertidur itu. Sampai angin lembut yang menggoda kita untuk tidur mengelilingi kita. Cinta ini akan melampaui waktu. Aku akan membuatnya mekar sebelum dirinya menjalani malam dan pagi tanpa akhir. Menemaninya meramu racikan sihir dari bunga-bunga paling beracun sekalipun di negeri di mana tak seorang pun bisa meraihnya.

Ia menjalani hari-harinya dengan luka masa lampau. Keluarganya dibakar habis oleh orang-orang karena melakukan prakrik sihir. Ia sakit! Dan orang itu sakit memiliki mimpi yang tidak pernah terwujud. Bertumbuh dengan orang-orang yang dicintainya.

“Aku mengampuni mereka. Aku tidak ingin membunuh mereka dengan kebencian,” ucapnya berulang sambal tersenyum.

*

Kenapa cinta harus lahir di dadaku? Bunga-bunga yang telah mekar pelan-pelan harus tenggelam kembali ke tanah oleh waktu. Padahal saat kami bersama, waktu seolah dipenuhi dengan cinta yang hidup. Dengan suara jernih yang terus memberikan malam tanpa akhir kepadaku. Tapi aku akan tetap memikirkannya. Bahkan jika musim manusiaku akan segera berakhir. Hujan turun berkali-kali tapi sekarang sudah berhenti. Sepertinya adegan yang selalu aku tonton dengan mata tertutup. Aku ingin selalu bersama si penyihir. Keinginanku lebih tinggi daripada hidup dengan orang lain. Saat bersamanya, aku merasa dekat dengan langit. Aku merasa dekat dengan sesuatu yang cerah dan mengkilap. Aku mengharapkan cahaya!

Suatu ketika, Iblis menginginkan jiwa sang penyihir. Selama dia masih menginginkannya, iblis tidak akan melepaskanku juga. Hal itu itu akan menghalangi jalan menuju sorga. Namun jika aku harus terbakar bersamanya suatu waktu, aku akan baik-baik saja. Karena aku menyertai kebenaran.

*

Aku tidak bisa menghitung berapa lama lagi aku bisa menemani sang penyihir. Aku masih  ingin tahu seberapa banyak yang aku tahu tentang dia. Mengikuti sepanjang peta dengan jari manusiaku. Aku perhatikan wajah gelisahnya suatu pagi. Meskipun ia menyembunyikannya kepadaku. Ia masih meracik ramuan obat untukku. Usia renta ini memang membuatnya agak kerepotan. Aku berlarut sedih, seolah-olah menolak wajah mondar-mandir itu. Hatiku membuatkannya sketsa. Ketika aku melihat ke atas, sinar memenuhi langit, tanpa memudar. Kalau saja kami bisa seperti matahari, bersinar sepanjang waktu. Aku ingin ditahan oleh aromanya meski hanya sebentar.

Udara di luar menarik kerahku, lalu aku membalikkan punggungku. Desahan angin, kabut putih, ceritakan musim ini. Sambil mengulangi semuanya, tiba-tiba aku berpikir kenapa aku ada di sini? Aku ingin berada di sisinya selamanya, menatap senyumnya di saat ia mengobati orang-orang yang mendatanginya dengan segala penyakit.

Aku ingin menjalani setiap peristiwa yang berubah di matanya. Dalam satu adegan sarapan pagi hingga menjelang tidur dan diwarnai dengan warna lembut. Aku ingin waktu berhenti selamanya. Selalu bisa membawanya ke musim yang cemerlang. Ke tempat bunganya, mekar di langit seperti salju impiannya.

Ah, sudahlah… waktuku telah habis. Bagaimanapun, aku fana dan ia abadi.


Selasa, 18 Februari 2020

Unfinish




Loneliness your silent whisper
Fills a river of tears
Through the night

Never thought
You'd leave me alone
The rain has set me free
Sands of time will
Keep your memory
Love everlasting fades away
Alive within your beatless heart


Go away
I don't know what is love
Nothing but pain for me
Just leave and forget me
No need to be hurt anymore