Saat purnama menghilang, kita masih punya obor yang tinggi di atas cakrawala. Namun tidak kali ini. Pagi yang kelabu. Tak ada tetesan hujan. Hanya embun yang masih membelai kelopak bunga violet. Angin tampak pulas. Sinar mentari tak datang mengelusnya.
Aku teringat Grey. Ia tinggal di ujung jalan rumahku. Usianya lebih tua sepuluh tahun dariku. Wajahnya tak mengisyaratkan keanehan. Kecantikannya seperti singa liar, tulang pipinya meninggi, dan matanya seperti embun. Ia bak Ratu Casiopea. Seperti syair-syair penyembah berhala yang membuat darahku berdesir lebih cepat dari biasanya. Di halaman rumahnya terdapat taman rahasia yang menumbuhkan tanaman-tanaman ivy beracun sang penyihir. Datura stramonium, Belladonia, ataupun Hemlock si cemara beracun. Ada pula tanaman Hellebore dan bisa menyebabkan muntah-muntah pada seseorang yang hendak memegang ataupun mencabutnya. Atau tanaman Dittany, saat berbunga dapat memabukkan tukang kebun. Seolah-olah tukang kebun telah meminum anggur. Dan Fraxinella, tanaman rambat yang mampu menyebabkan jantung berdebar kencang, kepala berdenyut luar biasa, dan membuat segala suara menghilang. Sawan yang hebat. Perlahan-lahan anggota tubuh menjadi kaku.
“Dari mana kaudapakan semua tanaman ini,Grey?” tanyaku pertama kali singgah di rumahnya.
“Hutan...”jawabnya.
Grey mempunyai perpustakaan rahasia di dalam rumahnya. Ia menunjukkan padaku sebuah peti mati yang berisi koleksi-koleksi berharganya. Di dalamnya tersimpan buku-buku tua. Antara lain buku-buku tentang ilmu nujum, catatan resep obat pekasih yang keji, gospel-gospel terlarang, manuskrip Templar asli yang saat ini dicari ilmuwan, gulungan tua, bahkan mantra. Syair-syair gelap Donatus, Eutiches, Servis, Phocas, Hisperica, hingga syair Priscian.
Banyak yang bisa kukatakan. Ia sebagai sumber godaan. Kata-katanya seperti api yang membakar. Manuskrip kuno mengatakan jika wanita merebut jiwa yang berharga dari seorang pria. Dan para pria yang paling kuat pun sanggup diruntuhkannya. Aku menemukan kenyataan pahit daripada kematian seorang wanita. Hatinya adalah perangkap dan jaring. Dan tangannya seperti penjerat. Yang lain mengatakan, wanita adalah wadah iblis. Pada kenyataannya, Tuhan menciptakan pria sebagai dasar dunia ini dari lumpur. Sedangkan wanita dicipta belakangan. Di dalam sorga. Dari zat manusia yang mulia. Wanita berasal bukan dari kaki Adam atau dari isi perutnya. Melainkan dari tulang rusuknya. Namun tak dapat dihindari bahwa Tuhan memberi wanita banyak keistimewaan dan motif harga diri. Anak Mamusia pun memilih untuk mendiami seorang rahim wanita. Sebuah tanda bahwa bagaimanapun juga wanita tidaklah buruk. Sang Real.
“Manusia mempunyai tanggungan airmata yang harus mereka bayar sebelum mati. Tidak melulu berkaitan dengan percintaan maupun kematian. Akan tetapi satu takdir yang ditulis oleh Tangan yang Sama.” katanya.
Grey selalu memiliki pemikiran gelap tentang kehidupan yang membuat aku jatuh cinta padanya. Ia juga jatuh cinta. Tapi tidak padaku, melainkan kepada gulungan kitab kuno yang menurutnya lebih menggairahkan daripada bercinta dengan seorang pria pujaan sekalipun. Cerita-cerita sesat kerap kali terlontar dari bibir pucatnya. Kata Grey, leluhurnya hidup di zaman binatang dengan satu tanduk di kening. Binatang itu bernama unicorn. Makhluk yang selalu ada di dunia khayalan anak-anak. Konon, jika seorang pria dan seorang gadis pergi ke hutan dan bertemu dengan seorang unicorn, maka sang pria harus meninggalkan gadis itu di hutan. Jika tidak, si pria akan berubah menjadi unicorn dan hidup di hutan selamanya. Lalu sang gadis yang ditinggalkan akan berubah menjadi Dark Siren atau Iblis hutan. Cerita yang gelap.
“Hiburlah dirimu sendiri jika orang tidak percaya akan ceritamu. Karena semua itu nyata. Meski hanya dalam pikiranmu. Dan akan menjadi nyata suatu hari kelak,”katanya padaku.
Rupanya ia percaya akan dongeng wasiat dari leluhurnya. Tentang peri hutan, bahkan Unicorn. Tidak haram untuk memaksakan batas-batas imajinasi yang tak terbatas. Grey membenci Nostradamus. Entah karena ramalan tentang akhir zaman atau khawatir jika manusia lebih menyembah kitab Nostradamus. Labirin neraka lembut, umpatnya selalu.
“Banyak ritual yang diadakan di desa-desa hanya karena takut diganggu roh jahat yang tinggal di hutan seberang sungai. Padahal mereka mengaku mempunyai Tuhan,”sarkasnya.
“Apa kaupercaya Tuhan, Grey?”tanyaku agak ragu. Aku takut dia marah.
Grey diam beberapa saat. Lalu ia tertawa. Aku kebingungan.
“Aku pernah mempunyai Tuhan di masa lampau, tapi tidak sekarang,”ia menjawab.
“Maksudmu?” aku tambah bingung.
“Setiap hari aku mengucap doa dan syukur. Persepuluhan dan persembahan juga kuberikan padaNya. Namun yang kuterima bukan muzizat, namun sebuah kehilangan luar biasa. Tuhan mengambil ibuku. Satu-satunya manusia yang mencintaiku dari kecil,”katanya.
Aku tertegun. Diam.
“Hey, apa kau mau chamomile hangat?” tanya Grey.
“Ya...” jawabku tersenyum.
Jika kita hendak berperang, kita pun harus mengenal rupa musuh kita. Jika bisikan iblis bergema di dalam pikiran, maka yang timbul adalah sesuatu di mana tak ada ketakutan akan Tuhan. Karena sesuatu yang keluar dari mulutnya ialah dakwa dan ketidakadilan. Hal itu tampak seperti tanda buruk bagi jiwa yang hampir bertemu maut. Kematian jiwa manusia itu sendiri. Tuhan tidak pernah mengambil sesuatu yang akan membuat manusia sedih. Ia justru menyelamatkan manusia. Agar sesuatu yang dianggap berharga itu tidak menjadi berhala baginya. Grey pasti kecewa pada Tuhan. Sehingga ia tidak mau berteman lagi dengan Sesuatu Yang Serba Aneh itu. Aku tidak pandai menasehati, namun kupikir ia harus meniru kisah Ayub. Pada awalnya, Ayub mempunyai banyak lembu, harta, dan keluarga yang sempurnya. Namun suatu hari Iblis datang menghancurkan segalanya. Ayub sendiri yang tersisa. Ia kecewa pada Tuhan karena mengizinkan hal itu terjadi. Ia mengutuk Tuhan dengan mulutnya. Namun tangan Tuhan sepanjang kesabaranNya. Ia mengulurkan Tangan untuk Ayub. Hingga akhirnya Ayub menyadari jika kasih Tuhan secara pribadi menantinya. Ayub kembali mencintai Tuhan. Lebih dari pada sebelumnya. Dan Tuhan mengganti apa yang diambil iblis tiga kali lipat. Ayub merenung dan menyadari jika apa yang pernah melekat pada hidupnya dapat membuatnya terpisah dari Pribadi yang benar-benar mencintainya.
Hal yang terakhit kuingat dari Grey ialah saat penduduk desa membakar rumahnya. Dengan kemaraham, warga menyerca Grey sebagai penyihir. Aku ingin menyelamatkannya, namun menjangkahkan kaki pun aku tak mampu. Lidahku kelu. Mulutku terbungkam. Tubuhku terbujur kaku melihat api menjalar ke seluruh rumahnya. Lautan neraka kecil yang selalu ia gambarkan padaku kini menaungi tempat tinggalnya. Tak ada suara jeritan atau teriakan dari rumah terbakar tersebut. Yang kudengar hanya paduan suara tawa yang bermakna kebencian, kepuasan, dan kesenangan. Grey mati bersama harta karunnya.
Grey. Aku sangat merindukanmu. Pagi yang dingin.
“Barangkali alam masih berkabung atas kematiannya,”suaraku lirih.
“Siapa yang kaumaksud Calambu?”suara Suster Lilith yang tiba-tiba masuk kamar mengagetkanku.
“Grey...” jawabku.
“Kaumerindukannya?” ia kembali bertanya sambil mengukur suhu tubuhku.
Aku mengangguk. Diam. Menatap keluar jendela. Aku mulai bosan di sini. Di rumah sakit tua pinggiran pulau. Aku tak tahu apa penyakitku, namun kata Suster Lilith, aku mengalami tekanan sejak Grey meninggal. Aku mencoba bicara pada orang tuaku tentang Grey, namun mereka menolak. Mereka bilang Grey tidak pernah ada. Dasar gila. Padahal jelas-jelas mereka yang melarangku keluar rumah pada saat penduduk kampung membakar rumahnya.
“Cukup baik. Baiklah, aku akan kembali bertugas. Berdoalah untuk Grey jika kau sempat,”katanya sambil menutup pintu ruangan.
“Aku tak begitu religius, namun aku hafal beberapa doa yang pernah diajarkan nenekku,”pikirku.
Aku membetulkan selimut. Udara sangat dingin di sini. Ya,asylum yang dingin